"Dia di pondok Din?"
"Iy"
"Lagi apa dia?"
"Hp-nan"
"Hmm.. ya dah makasih.. Selamat presentasi"
"Hmm.."
22 April 2016
Mungkin itu terakhir kali kita chatting-an. Iya, setelah itu aku merasa asing denganmu, dan mungkin kamu mulai menjauh dariku. Atau mungkin aku yang menjauh darimu? Entahlah. Yang pasti aku enggan untuk menciptakan percakapan (lagi) denganmu setelah tanggal 22 april.
Sebelum itu, kau pernah mempromosikan kontak bbm temanku itu. Padahal kau baru mengenalnya. Sedangkan aku yang sudah menjadi temanmu selama satu tahun terakhir ini bahkan tak pernah kau promosikan ataupun aku tak pernah memintamu untuk mempromosikan kontak bbm ku kepada teman-temanmu. Beberapa kejanggalan ataupun kecurigaanku akhirya mulai terkuak.
Mulai dari kau yang terkadang bertanya tentang temanku itu kepadaku. Lalu, kau yang mempromosikan kontak bbm-nya itu, dan terakhir kau yang menyanyakan apakah dia sedang satu atap dengan ku apa tidak.
Dan pada akhirnya hal yang aku takutkan selama ini terjadi.
Tuhan..
Kenapa harus Dia, kenapa harus teman dekatku sendiri?
Aku sadar dia hanya menganggapku sebatas teman. Aku tak mengapa. Bahkan akhir-akhir ini aku sudah mencoba mengikhlaskan jika kau hanya menggapku sebatas teman, Aku rela kau dekat denagn siapa pun itu. Asalkan jangan teman dekatku.
Ku akui, aku memang tak secantik teman dekatku tersebut. Aku tak memiliki badan yang tinggi dan langsing layaknya perempuan idaman lelaki. Tak ada yang bisa dibanggakan dari segi fisikku. Aku KALAH jika kau memang menilai hanya dari segi fisik.
Mungkin aku adalah pembohong paling hebat. Perempuan bermuka dua yang paling bermuka dua seantero jagat ini. Karena aku terlalu pintar menyembunyikan kesedihan dan kekecewaan yang aku alami.
Aku tetap bersikap biasa dengan teman dekatku tersebut. Tak ada yang berbeda dengan sikapku kepadanya. Aku hanya kecewa kepadanya karena ia sama sekali tak bercerita kepadaku jika ia sedang chattingan dengannya. Jika memang tidak ada apa-apa diantara mereka berdua kenapa ia tak menceritakannya kepadaku, Padahal selama ini aku slalu menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada diriku kepadanya. Tapi dia? Tak pernah. Hanya kelihatannya saja aku dan kau dekat, Nyatanya secara psikis kita memang benar-benar tidak dekat. Kau akan berperan sebagai temanku ketika kau senang, ketika kau membutuhkan bantuanku,
Terima kasih untuk semua ini. Terima kasih untuk akhir cerita pertemanan kita yang... Ah sudahlah.
Kudus, 2 Mei 2016
"Iy"
"Lagi apa dia?"
"Hp-nan"
"Hmm.. ya dah makasih.. Selamat presentasi"
"Hmm.."
22 April 2016
Mungkin itu terakhir kali kita chatting-an. Iya, setelah itu aku merasa asing denganmu, dan mungkin kamu mulai menjauh dariku. Atau mungkin aku yang menjauh darimu? Entahlah. Yang pasti aku enggan untuk menciptakan percakapan (lagi) denganmu setelah tanggal 22 april.
Sebelum itu, kau pernah mempromosikan kontak bbm temanku itu. Padahal kau baru mengenalnya. Sedangkan aku yang sudah menjadi temanmu selama satu tahun terakhir ini bahkan tak pernah kau promosikan ataupun aku tak pernah memintamu untuk mempromosikan kontak bbm ku kepada teman-temanmu. Beberapa kejanggalan ataupun kecurigaanku akhirya mulai terkuak.
Mulai dari kau yang terkadang bertanya tentang temanku itu kepadaku. Lalu, kau yang mempromosikan kontak bbm-nya itu, dan terakhir kau yang menyanyakan apakah dia sedang satu atap dengan ku apa tidak.
Dan pada akhirnya hal yang aku takutkan selama ini terjadi.
Tuhan..
Kenapa harus Dia, kenapa harus teman dekatku sendiri?
Aku sadar dia hanya menganggapku sebatas teman. Aku tak mengapa. Bahkan akhir-akhir ini aku sudah mencoba mengikhlaskan jika kau hanya menggapku sebatas teman, Aku rela kau dekat denagn siapa pun itu. Asalkan jangan teman dekatku.
Ku akui, aku memang tak secantik teman dekatku tersebut. Aku tak memiliki badan yang tinggi dan langsing layaknya perempuan idaman lelaki. Tak ada yang bisa dibanggakan dari segi fisikku. Aku KALAH jika kau memang menilai hanya dari segi fisik.
Mungkin aku adalah pembohong paling hebat. Perempuan bermuka dua yang paling bermuka dua seantero jagat ini. Karena aku terlalu pintar menyembunyikan kesedihan dan kekecewaan yang aku alami.
Aku tetap bersikap biasa dengan teman dekatku tersebut. Tak ada yang berbeda dengan sikapku kepadanya. Aku hanya kecewa kepadanya karena ia sama sekali tak bercerita kepadaku jika ia sedang chattingan dengannya. Jika memang tidak ada apa-apa diantara mereka berdua kenapa ia tak menceritakannya kepadaku, Padahal selama ini aku slalu menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada diriku kepadanya. Tapi dia? Tak pernah. Hanya kelihatannya saja aku dan kau dekat, Nyatanya secara psikis kita memang benar-benar tidak dekat. Kau akan berperan sebagai temanku ketika kau senang, ketika kau membutuhkan bantuanku,
Terima kasih untuk semua ini. Terima kasih untuk akhir cerita pertemanan kita yang... Ah sudahlah.
Kudus, 2 Mei 2016
Komentar
Posting Komentar