Secuil Hujan,..


     Bulir-bulir air dari langit berjatuhan ke bumi. Pagi ini terasa dingin, bahkan secangkir kopipun tak dapat mengahangatkan. Hujan, terkadang slalu membuatku malas melakukan aktifitas apapun. Yang aku lakukan hanyalah meringkuk dalam selimut dan menenggelamkan kepala ini. Namun, ini berbeda. Ini hari Kamis, bukan hari Minggu, bukan saat nya untuk meringkuk dalam selimut tebal. 

  “Diluar gerimis,nak. Cepatlah berangkat sekolah ,keburu hujannya tambah deras.”
Dari dalam kamar aku menjawab “Iyaaaa buu,..”
    Ini sudah jam 06.30 dan “Dia” masih juga belum datang ke rumahku untuk berangkat sekolah bersama. Dengan langkah yang sedikit terseok-seok aku melangkah menuju garasi motor dan sepeda untuk memakai sepatu. Pikiranku tak karuan, sampai aku selesai menalikan sepatuku tak juga orang tuaku bilang : “ Nak, ada temanmu lhoo”. Ada apa dengan “Dia” ?? Apa yang terjadi dengannya? Jika ia tak masuk sekolah, kenapa ia tak mengabariku terlebih dahulu? Ah, entahlah –‘
     Aku beranjak berdiri dari tempatku menalikan sepatu tadi. Butuh beberapa langkah untuk keluar garasi dan membuka pintu. Saat aku keluarpun tak ada sosoknya. Akhirnya dengan langkah yang lesu, aku menuntun sepeda merahku menuju ke ibu untuk salim. Aku masih ingat betul, betapa senangnya aku saat itu saat pertama kali dibelikan sepeda merah tersebut. Sampai-sampai aku ‘bolos’ mengaji hanya untuk bersepeda disekitar desa.
    Tanganku ku julurkan ke arah ibu untuk salim. Terdengar suara lembut ibu menanyakan sesuatu kepadaku. “Mana teman ‘cowok’mu itu yang slalu menjemput kamu, nak?” Deg. Aku merasa kaget ketika ibu mengucapkan kalimat barusan. Beberapa detik, bukan satu menit kemudian aku baru menjawab pertanyaan ibuku tadi. “Hmmm,... Mungkin ia diantar oleh ayahnya, kan sekarang gerimis. Lagipula kasian juga dia jika harus kehujanan cukup lama. Jarak antara rumahnya ke rumah kita kan lumayan jauh,bu.” Hanya kalimat itu yang tiba-tiba saja ada dipikiranku. “Ooo,. Ya sudah, cepat berangkat, ntar malah hujannya tambah deras lhoo.” “Iyaa buu,. Assalamu alaikum,...”
     Dengan sedikit mengebut, aku kayuh sepeda merahku itu dengan kecepatan diatas biasanya. Namun fikiranku tak karuan semua. Ada apa dengannya,Tuhan? Jika terjadi sesuatu dengannya, tolong lindungi dia ,Tuhan. Aku mohon.
    Setelah memarkirkan sepeda, dengan sedikit berlari aku membopong tasku yang berat ini dengan sedikit kuwalahan. Aku harus masih mengantri untuk absen sidik jari terlebih dahulu lalu baru naik ke kelas. Ah, apa-apaan ini, tak seperti biasanya. Ini jempolku yang eror apa alat absensinya? Biasanya hanya sekali langsung muncul namaku, ini sangat membuang-buang waktu saja. Urusan absensi kelar, dan aku bergegas pergi dari kerumunan orang-orang yang antri untuk absen. Selasa-Rabu-Kamis hari yang cukup melelahkan bagiku. Bawaanku pun menambah, rukuh,bekal,dan pelajaran tambahan cukup menjadi teman sesaat saja.
     Suasana kelas seperti biasa, Hening. Hanya ada beberapa anak saja yang nampak mengerjakan tugas, sebagian lainnya bercengkrama satu sama lain. Aku menaruh bawaanku tadi ke tempat dudukku. Sudut ruangan kelas ku ini cukup eksklusif dari kelas-kelas lainnya. Laut nan cantik diseberang sana kelihatan dengan mempesona dari kelasku. Pemandangan itu cukup membuatku selalu merasa tenang. Seperti ada yang menepuk pundakku dari belakang. “Hai!” Benar saja, ternyata Laras. Laras, aku baru mengenalnya saat kelas 8 . Ya, kita sekelas saat kelas 8. Aku memang baru mengenalnya, namun aku merasa  nyaman jika berada didekat temanku yang satu itu. Walaupun sekarang dia tak sekelas denganku lagi, namun ia sering menghampiriku.
     Dia selalu bercerita tentang sosok laki-laki yang sedang ia sukai. Aku hanya dapat mendengarkan setiap rangkaian kata ataupun kalimat yang keluar dari mulutnya. Telingaku selalu mencoba menangkap apa yang sedang temanku ceritakan padaku. Akupun ikut senang jika ada perkembangan tentang kedekatan antara dia dan laki-laki itu. Namun, saat ia sedang asyiknya bercerita denganku, bel berbunyi tiga kali yang menandakan masuk.
Jam pertama : Olahraga
MALAS. Satu kata yang selalu muncul dalam benakku ketika mendengar “OLAHRAGA” Selain karna pelajarannya, tapi juga karna gurunya. Pagi ini gerimis turun membasahi sebagian kotaku. Ku kira OLAHRAGA kosong karena diluar gerimis, ternyata tidak. Guru itu tetap keukuh menginginkan jam OLAHRAGA masih tetap ada. Perasaanku sudah tak enak. Benar saja, OLAHRAGA kali ini lari mengelilingi lapangan sekolah sebanyak enam atau tujuh kali. Ini benar-benar kelemahanku. Lari dengan kecepatan yang cepat adalah hal yang mengerikan bagiku. Nafasku ,......... Rasanya aku sudah tak sanggup lagi, Tuhan. Tolong beri kesadaran pada guruku untuk menghentikan ini semua,Tuhan. Nafasku, aku sudah tak dapat mengajak kompromi nafasku ini. Akhirnya, langkahku terhentikan juga. Aku tak tahu lagi, apa yang akan terjadi jika harus mengelilingi lapangan sekolah ini untuk beberapa putaran lagi.
Bel istirahat berbunyi. Aku keluar menuju balkon kelas. “Ada apa dengannya Tuhan? Kenapa tak ada kabar tentang dia?”  Ya, aku harus menunggu sampai jam 15.30 nanti untuk mengetahui kabar tentang dia. Terkadang aku jenuh dengan tambahan pelajaran yang mengharuskan pulang sampai jam 15.30 untuk hari selasa-rabu-kamis. 
                              ***
14.55
Teeeettt,. Teeeettt,... teeeetttt,. Bel berbunyi tiga kali yang menandakan pulang. Suasana hari ini amatlah mencekam sekali. Langit berubah menjadi gelap, kilat dan petir seakan berlomba-lomba menakut-nakuti.
“ Bu, pulang.” Suara polos sedikit ragu-ragu
Wanita muda itu (guru) terkejut. Hanya ekspresi ‘kaget’ yang nampak dari wajahnya.
“Hmmm,.. Mungkin bel tadi ditujukan buat kelas yang kosong.” Kemudian melangkah ke luar kelas. Wanita muda itu kemudian melangkah menuju balkon kelas untuk mengecek apakah benar pulang atau tidak. Cukup lama wanita muda itu berada dibalkon kelas. Suasana kelas menjadi ricuh. Sorak gembira terdengar sangat nyaring.
Wanita muda itu kemudian kembali ke kelas, dan beliau bilang “Tidak pulang anak-anak. Sudahlah kita lanjutkan materi saja. Sampai mana terakhir?”
  “Yaaahhh,.. “ suara kekecawaan.
Dan ketika hendak mengambil buku, tiba-tiba suara bel yang terdengar sangat keras sekali itu berbunyi lagi.
    “Pulaaangg buu,.... “
“Ya sudah, pertemuan berikutnya kita membahas latihan-latihan soal.”
   “Iyaaaa buuu,..”

Aku berjalan keluar dari kelas. Kelas itu masih sepi. Nampaknya masih ada guru. Akhirnya kuputuskan melangkah menuju kelas itu. Hanya sampah yang beterbangan dan tong sampah. Namun, akhirnya kuputuskan untuk menunggu temanku ditangga. Setelah sekitar tiga menit aku menunggu, akhirnya sahabatku itu nampak. Dan dari kejauhan ia seperti melontarkan sebuah kalimat yang ditujukan kepadaku. Namun, aku tidak begitu jelas mendengarnya. Ia menghampiriku dan berkata :
       “Aku bagaimana? Kalo hujan mengguyur dengan deras bagaimana dengan aku?”
Hening.___. “Hmmm,.. Jangan khawatir, kita tunggu hujan ini sampai agak reda.” Ucapku untuk menenangkannya.
Aku dan sahabatku berlari kecil menelusuri kelas-kelas,laboratorium, dan bangunan-bangunan lain disekolahku. Sampai akhirnya kita memutuskan untuk berteduh di depan lab komputer. Untuk mengusir jenuh, kita berbincang-bincang tentang beberapa hal. Sampai akhirnya hujan nampak reda. “Ayo,ras ke parkiran. Paling tidak menuju ke parkiran dulu. Kalau hujan kembali ya kita berteduh didepan lab bahasa inggris saja.” Ujarku pada Laras.
“Ayo.” Ajaknya. 
    Benar, hujan turun lagi. Namun kali ini hanya sebatas gerimis. Aku dan Laras menuju ke parkiran untuk mengambil sepeda kami. Hujan ini mengiringi langkah kita, ini adalah hal yang menyenangkan bagiku. Terima kasih Tuhan, Kau telah mengirimkan seorang sahabat yang bisa menemaniku disaat-saat seperti ini. Kita berpisah didepan gerbang sekolah. 



     Hujan . Aku rindu dengan bulir-bulir air dari langit ini. Ada atmosfir tersendiri dari Hujan. Ia mampu membangkitkan kenangan-kenangan yang tlah lama terkubur. Ingatanku menerawang jauh. Menuju kenangan yang telah lama sekali tak terungkap. Mungkin Hujan hanya sebagai alat pengingat seseorang tentang masa lalunya.

    Setelah sampai rumah, langkahku langsung menuju ke kamar. Aku berharap semoga ada satu pesan mengenai kabar tentang “Dia.”  NOL BESAR ! Tak ada satu pesanpun yang masuk di handphoneku saat itu. “Ada apa ini Tuhan?” Akhirnya aku memberanikan diri untuk memulai interaksi dengannya. “Kenapa tadi tidak masuk sekolah?” Pesan terkirim. Satu menit, dua menit,tiga menit,lima menit,... aku menunggu balasan dari dia sampai beberapa menit namun tak juga ada balasan darinya. Hah,... Mungkin dia sedang istirahat. 
16.30
Tak juga ada perkembangan. Handphoneku berdering. Akhirnya. Dengan semangat aku mengambil handphoneku yang ada dimeja belajar. Sayang, ternyata pesan dari teman yang menanyakan PR -______-
Sebenarnya aku ingin menelponnya, namun aku takut jika itu justru akan mengganggu istirahatnya.
18.48
“Hanya sedikit kurang enak badan saja.” Pesan masuk. “Kurang enak badan? Apa iya? Aku tak percaya. Ini tak mungkin. Jika iya dia sakit, kenapa tadi tak ada surat izin/surat keterangan dari dokter?”
“Ooooo,.. Ya sudah, jaga kesehatan. Diminum obatnya. : ) “ Pesan Terkirim.
“Iyaaa.  Udah kaya bu dokter aja :p “ Pesan masuk.

20.17
Handphoneku berdering. Ternyata satu pesan masuk dari temannya.
 “Apa kamu tahu kenapa tadi ‘Dia’ tidak masuk sekolah?”
  “Katanya sih, dia kurang enak badan.” Balasku singkat.
“ Sebenarnya, aku tidak boleh memberitahukan ini kepada kamu, tapi kurasa kamu harus tahu soal in.”
 Aku semakin bingung dibuatnya. “Soal apa?” tanyaku singkat.
“Tadi pagi, penyakitnya kambuh secara tiba-tiba. Jantungnya lemah.”
“Apa?? Kau bohong kan? Katakan jika kau sedang berbohong padaku!” Pesan terkirim.
“Aku tidak sedang berbohong denganmu. “
   Tuhan,.. Apa benar yang dikatakan temannya itu? Kenapa aku baru mengetahuinya? Dan kenapa aku megetahuinya dari temannya bukan dari dia sendiri??
Aku masih belum percaya rasanya. Laki-laki yang selama ini selalu menjagaku, selalu memelukku disaat aku sedang menangis. Laki-laki yang slama ini kelihatan kuat, ternyata,.....
Tuhan,... Tolong lindungi ‘Dia’ tolong jaga jantungnya. Aku berjanji aku akan selalu berusaha berada disampingnya, baik saat dia sehat maupun sedang merasakan kesakitan yang mungkin tidak aku rasakan.
    Aku memang tidak bisa selalu ada disampingmu selama 24Jam penuh. Namun, yakinlah.. Aku, aku akan mencoba ikut merasakan apa yang kau rasakan. Jangan pernah kau merasa sendiri. Karna ada Tuhan yang slalu berada disampingmu. Kedua orang tuamu yang slalu menyayangimu. Dan masih ada aku dan teman-temanmu yang slalu menyemangatimu dari sisi manapun untuk melawan penyakitmu itu. Yakinlah, jika kau akan sembuh.

Komentar

Postingan Populer