Sepenggal kenangan (Dirimu)

Ardianta

Minggu, 29 Juli 2012
                Bulan puasa baru memasuki beberapa hari, namun kabar duka datang untukku, bukan,. Mkasduku untuk semua orang yang mengenal dirinya.
                “Kenapa lu pergi secepat ini bro? Semoga kau tenang di alam sana.” Kalimat itu membuat hatiku tercengang seketika. “Apa maksud dari kalimat yang ditulis sahabatnya itu? ,.....”  “Tidak ! Ini tidak mungkin terjadi. Aku mohon ya Allah, semoga ini hanya sekedar prasangka buruk saja, tidak untuk menjadi kenyataan!”  Memang saat itu seperti ada sebersit rasa ‘tak enak’ dibenakku. Sahabatnya itu menulis kalimat tersebut di facebook dia.
                “Ardianta” nama sosok yang aku maksud diatas. Dia telah menganggapku sebagai adiknya, begitu juga denganku, ia sudah aku anggap sebagai kakakku. Memang belum lama aku mengenal sosoknya tersebut . Namun, ia telah mengajarkan aku untuk mensyukuri kehidupan ini. Ia adalah anak dari seorang pilot dan ibu sebagai pekerja kantoran. Mungkin kedengarannya ini seperti sinetron. Namun ini nyata.
                                                                   ***
    Sepenggal pesan singkat antara aku dan `dia’ beberapa bulan lalu
Aku : “Ati-ati yaa kak :)”
Ardi : “Ati-ati apa dek? Aku belum mau pulang,
            masih mau ngumpul ma temen temen dulu.”
Aku : “Aku kirain udah mau pulang, kak.”
Ardi : “Di rumah suntuk dek, bawaannya emosi terus.”
Aku : “Kenapa kak?”
Ardi : “Biasa dek ribut-ribut kecil di keluarga.”
            Memang tak seharusnya aku terlalu ikut campur tentang dia dan keluarganya. Aku tidak mempunyai hak untuk terlalu masuk lebih dalam lagi, dalam kehidupannya. Dari situlah aku merasa bersyukur telah memiliki orang tua yang begitu menyayangiku.
            Ku kira kehidupan yang ia alami, seperti orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga anaknya kurang perhatian hanya ada di dalam sinetron-sinetron, ternyata tidak. Kini aku telah menemukan orang yang mengalami hal tersebut. Dan ia adalah orang yang slama ini tlah aku anggap sebagai kakak.
             “Apa benar jika dia telah meninggal dunia? Mengapa secepat ini ya Allah?” Rasanya aku masih belum bisa mempercayai ini semua. Sebenarnya ia meninggal hari Sabtu tanggal 28 Juli 2012, namun aku baru mengetahuinya pada hari minggunya.
             Tak ada yang tahu berapa lama kita akan hidup di dunia ini, begitu juga dengannya. Ia meninggal di usia yang begitu muda. Dan di usianya yang muda itu ia telah mengidap penyakit kanker.
              Malamnya aku menyendiri didalam kamarku, setelah pulang dari tarawih. Aku menutup kamarku agar orang yang ada di rumah tak mengetahui jika aku sedang mengalami kesedihan yang begitu hebat. Tanpa sadar, air mata ini jatuh membasahi pipi. Awalnya hanyalah tetesan, namun akhirnya aku tak kuat menahan rasa sedih ini. Aku hanya dapat menyekap mulutku ini agar tak kedengaran dengan keluargaku. Aku teringat dengan semua perhatian yang ia berikan padaku semasa hidupnya. Disaat aku sedang menumpahkan isi hati ini, tiba-tiba saja pintu kamarku terbuka, ada sebersit cahaya lampu dari ruang keluarga yang masuk ke dalam kamarku. Benar saja, memang ada yang membuka pintu kamarku. Saat kakakku membuka pintu kamarku, aku sudah tak dapat lagi menahan kesedihan ini. Saat itu aku sedang menggengam sebuah boneka beruang berukuran lumayan kecil.
             “Adek kenapa?” terdengar suara kakakku yang menanyakan keadaanku saat itu. Namun hanya suara tangisku yang terdengar sayup-sayup tak begitu jelas. Aku tak mempedulikan keberadaan kakakku saat itu. Aku justru sibuk dengan kesedihan yang aku alami saat itu. Kemudian kakakku seperti melontarkan sebuah kalimat lagi, tapi  tidak begitu jelas. Saat aku hendak menengok ke arahnya, bayangan kakakku menghilang. Hanya terdengar suara pintu kamar yang ditutup olehnhya.
              Tuhan baru kali ini rasanya, aku merasa begitu kehilangan seseorang yang teramat dalam. Beberapa bulan sebelum kepergiannya, ia seperti memiliki firasat jika ia akan segera meninggal. Beberapa kali aku coba menghubunginya lewat pesan singkat,dan telfon. Namun NIHIL, tak ada satupun pesan masuk yang datang darinya. Aku nampak seperti orang bodoh, berjam-jam aku menunggui mobile-ku. Aku hanya merasa, seakan-akan ia ingin menjauh dari kehidupan orang-orang yang selama ini dekat dengannya. Mungkin ia berfikiran, jika mulai saat itu ia menjauhi orang-orang terdekatnya, mungkin orang-orang itu akan terbiasa hidup tanpa dirinya.
             Ingatanku menerawang jauh, beberapa bulan lalu,. Beberapa puluh minggu lalu,. Beberapa ratus hari lalu,. Perkenalan singkat yang tanpa disengaja antara aku dan dia begitu melekat dalam memori ingatanku. Bahkan tanggal dimana `Kita’ berkenalan aku masih ingat betul. Saat itu aku seperti memulai lembaran baru dalam hidupku. Hampir setiap hari `Kita’ selalu bertukar pesan. Ya, dia hanya menganggapku sebagai ‘Adik’ tidak lebih. Namun, namanya telah terukir dalam hati ini.
               Aku tak tahu apa yang telah Tuhan rencanakan tentang perkenalan singkat antara aku dan dia. Yang pasti ia telah banyak mengajarkanku tentang arti kehidupan.
             Ku rasa semua orang tua di dunia ini mencintai dan menyayangi anak-anaknya dengan cara yang berbeda-beda. Ada berbagai cara yang dilakukan orang tua untuk mengungkapkan kasih sayangnya itu. Begitu juga dengan orang tua dia, orang tuanya bekerja keras siang malam untuk mencari nafkah. Itu semua mereka lakukan untuk membahagiakan dia dengan melengkapi segala fasilitas yang dia butuhkan. Dari kisah yang ia alami itu, aku dapat menyimpulkan : “Jika sebagian orang menganggap bahwa orang yang kaya hidupnya selalu bahagia itu salah. Kebahagiaan seseorang tidaklah dinilai dari seberapa kaya orang itu, namun kebahagiaan yang sebenarnya adalah dimana kau dapat merasakan rasa nyaman dan hangat dari sebuah keluarga.”
             Kini setelah beberapa bulan dari kepergiannya, hidupku menjadi sunyi. Jujur saja, ia sempat menjadi motivasi terbesar dalam hidupku. Saat awal aku mengetahui bahwa ia telah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya, aku sempat merasa murka. “Tuhan, kenapa harus dia yang kau panggil? Mengapa tak orang lain saja yang Kau panggil? Ini tak adil bagiku.” Namun itu saat awal aku mengetahui ia telah meninggal. Bahkan selama dua malam aku menangisi kepergiannya itu. Memang kedengarannya “ALAY” sekali. Namun, jika kalian berada diposisiku saat itu, mungkin kalian juga akan merasakan kepedihan yang aku alami saat itu. Bayangkan saja, jika orang yang selama ini slalu memperhatikanmu, slalu mengisi hari-harimu, kemudian ia meninggalkanmu untuk selama-lamanya, Ya selama-lamanya. Apa yang akan kalian lakukakan saat hal itu terjadi?
             Abaikan, mungkin aku memang terlalu mendramatisir kesedihan yang aku alami. Kini semua yang pernah terjadi antara aku dan dia hanyalah tinggal kenangan, kenangan yang mungkin akan selalu terekam dalam memori ingatanku. Terima kasih telah menjadi sebagian dari kisah hidupku, terima kasih pula karna kau sempat singgah didalam kehidupanku dan terima kasih lagi karna kau telah banyak mengajarkanku tentang arti pentingnya bersyukur atas semua yang telah aku miliki saat ini. Disini, aku hanya dapat memberi kado terindah untukmu berupa doa. Semoga dirimu tenang di alam sana. Salam “Korlstak” : )

#pesan singkat  dan no handphonenya masih tersimpan dengan baik di mobile-saya

Komentar

Postingan Populer